Jumat, 27 Juli 2012

Cinta Anugerah Terindah

Berbicara tentang cinta sungguh manis dan indah. Setiap orang nyaris
pernah merasakannya. Dan, tak pernah menolak kala diajak bicara
tentang cinta. Siapa pun dia.

Cinta itu luas, tak mungkin cukup dijelaskan dalam lembaran kertas, atau seminar panjang sekalipun. Cinta tak terbatas ruang dan waktu. Cinta mampu menerobos rahasia slam semesta bahkan dunia dan segala isinya. Cinta adalah misteri. Ada, tapi sulit diungkap.
Cinta merupakan anugerah Ilahi. Keberadaannya tak ha­nya untuk didiskusikan, diperdebatkan atau disemi­narkan. Tapi lebih dari itu, cinta ads untuk dinikmati, dirasakan. Cinta tak mengenal batas usia, derajat kemanusiaan dan status. Karena itu, jika ingin berbicara tentang cinta, harus ada batasan. Harus berda­sarkan aturan yang ditetapkan oleh sang Pencipta cinta itu sendiri. Jika tidak, makna cinta bisa menga­larni penyernpitan, bahkan perluasan yang tak jarang menyimpang dari makna yang sebenarnya. Akibat­nya, tidak sedikit yang menjadi korban keganasan cinta. Ya, keganasan cinta.

Cinta bisa ganas karena ia mampu melahirkan kemampuan yang bisa menggetarkan jiwa raga untuk berbuat apa saja. "Untuk menjadi manusia nomor satu bukanlah suatu cita-cita, melainkan suatu efek psikologis cinta," kata M. Alamsyah dalam karyanya Cinta Sebuah Tinjauan Filosofis. Dari sinilah cinta bisa mengubah segalanya. la bisa mengubah kebrutalan menjadi kedamaian, perpisahan menjadi persatuan. "Jika seseorang memiliki cinta, maka dia tidak lagi tunduk di bawah kekuatan-kekuatan yang lebih besar dari dirinya sendiri. Sebab dia sendiri sudah menjadi kekuatan besar," tulis Leo F Buscaglia dalam karyanya Love.

Cinta mampu melahirkan kekuatan yang maka dahsyat. Dalam mitos kita tahu, cintalah yang sang­gup membuat Bandung Bondowoso menjawab tantangan menegakkan seribu candi untuk Loro Jonggrang hanya dalam satu malam. Tajmahal yang sampai sekarang masih bisa kita nikmati ke­indahannya, nyaris setiap jengkal marmer bangun­annya terpahat nama kekasih sang raja, pun terbangun karena cinta. Begitu dahsyat­nya kekuatan cinta, ia mampu mem­buat orang berbuat apa saja sampai di luar kesadarannya. Kisah Laila-Majnun adalah salah satu contoh'keganasan­nya'. cintalah yang membuat Qais menjadi gila se­hingga berhari-hari bersimpuh clan memelok nisan ke­kasihnya sampai akhirnya ia pun me­ninggal. Cinta jugs yang membuat Ro­meo menenggak racun, menyusul Juliet yang disang­kannya telah mati.
Cinta ta’k kenal waktu. la berjalan secepat waktu ber­gerak. Tak pernah tertinggal satu detik pun. Di zaman ser­ba modern seperti sekarang, cinta masih menjadi raja yang kekuatannya tetap dahsyat seperti dulu. Masih sering kits dengan seorang gadis bersedia memberikan kehormatannya sebelum nikah kepada kekasihnya karena alasan cinta.

Namun, tak selamanya cinta membawa petaka. Tak jarang ia menghadirkan suka. Karena cinta, sesuatu yang pahit bisa terasa manis. Cintalah yang mampu mengubah sengsara menjadi nikmat.

Karena kedahsyatan cinta, banyak orang tertaril, dan ingin menggali, mendefenisikan dan menelit makna cinta. Berbagai seminar, kajian, dan diskus digelar hanya untuk mengetahui cinta. Leo F. Bus­caglia sampai membuka sebuah Fakultas Cinta di sebuah universitas California. Beberdpa ilmuwan Barat dan Timur pun melahirkan ratusan buku yang membahas tentang cinta dan menghubungkannya dengan berbagai ilmu lain.

Jauh sebelum orang membahas cinta, Islam sudah memberikan per­hatian yang tak ka­lah besar. Menurut Islam, cinta tak ha­nya sesuatu yang dimiliki manusia. Tapi, ia ada seiring dengan adanya manusia itu sen­diri. la diciptakan bersamaan de­ngan tetesan per­tama nuthfah (air mani) manusia. la adalah fitrah seka­ligus hiasan yang diciptakan Allah un­tuk manusia. Allah berfirman, "Dijadi­kan indah pada (pandangan) ma­nusia kecintaan kepada apa-apa yang dungini, yaitu-, wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang temak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di so Allahlah tempat kembali yang baik (surga). " (QS Ali Imran: 14).

Karenanya cinta tidak boleh ditahan, dikekang atau dihilangkan. Tapi ia harus diarahkan. Sebab, kedahsyatan cinta bisa membuat orang buta. Rasulullah saw bersabda, "Cintamu kepada se­suatu menjadikan kamu buta dan tuli," (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Obyek cinta bisa apa dan siapa saja. Allah memberikan karunia cinta terhadap sesama, terhadap lawan jenis, keluarga, dan harta. Ini adalah fitrah yang ada dan 'direkomendasi' oleh sang Pencipta untuk digunakan. Seorang ulama terkenal, Qadhi lyyadh membagi cinta menjadi tiga. Pertama, cinta yang didasari rasa pengagungan dan peng­hormatan, seperti cinta anak kepada orang tuanya. Kedua, cinta yang dilandasi rasa kasih sayang, seperti cinta orang tua kepada anaknya. Ketiga, cinta yang dilandasi rasa persamaan dan Baling berbuat baik, seperti cinta kita kepada sesama manusia. Rasulullah saw menggabungkan ketiganya dalam cintanya (Al-Hub bainal Abdi wa Rab, Ahmad Nashib al-Mahamid).

Ya, kualitas dan kuantitas cinta kepada Rasulullah harus melebihi cinta terhadap manusia selainnya. Bahkan, keharusan ini menjadi titik tolak kesempurnaan iman seseorang. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda, 'Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu, sehingga aku lebih dicintai daripada anak, orang tua, dan umat manusia seluruhnya," (HR Muslim).

Dijadikannya cinta kepada Rasulullah sebagai tonggak kesempurnaan iman bukan hanya lantaran kemuliaan beliau. Tapi, cinta kepaclanya adalah bukti cinta seorang hamba terhadap Penciptanya. Dengan kata lain, di antara wujud cinta kepada Allah adalah cinta kepada Rasulullah saw. Allah berfir­man, "Katakanlah, Vika kamu (benar-benar) men­cintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni doss-dosamj.'Allah Maha Peng­ampun lagi Maha Penyayang, "' (QS Ali Imran: 31).

Bagaimanakah cara memberikan cinta ke­pada Rasulullah? Qadhi lyyad memberikan komentar, "Salah satu bentuk cinta kepada Rasu­lullah saw adalah menjaga dan membela sunnah dan syariatnya, mengikuti potret hidupnya, lalu membelanjakan harta dan jiwanya demi cin­tanya." Para sahabat telah memberikan contoh konkret seberapa besar dan bagaimana mem­berikan cinta kepada Rasulullah saw. Pada sua­tu kesempatan, Umar bin Khathab berkata kepada Rasulullah, 'Wahai Rasulullah, demi Allah engkau lebih saya cintai daripada segala sesuatu kecuali diri saya." Rasulullah saw menjawab,'Tidak! Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hingga engkau mencintaiku melebihi cintamu kepada dirimu sendiri." Umar berkata, "Mulai saat ini, Demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri." Rasulullah saw menjawab, "Sekarang (barn benar) wahai Umar," (HR Bukhad).


Pada kesempatan lain, ketika Rasulullah saw tengah terpojok dalam perang Uhud, Thalhah bin Ubaidillah dan Sa'ad bin Abi Waqqash maju ke depan menjadikan tubuh mereka sasaran pedang dan panah sebagai tameng Rasulullah. Mereka bersedia mengorbankan tubuhnya demi kesela­matan beliau. Pada kesempatan lain, sebelum disalib, Khubaib bin Adi ditanya oleh kafir Quraisy, "Apakah engkau bersedia kalau Muhammad menggantikan posisimu sekarang?" Khubalb menjawab, `Tidak. Saya tidak rela beliau menebus­ku walau hanya dengan duri yang menl!suk kakinya sekalipun." Subhanallah!

Betapa besar cinta mereka. Sehingga, Abu Sutyan bin Harb sebelum masuk Islam sempat berkomentar, "Saya tidak pernah menemukan cinta seseorang kepada orang lain melebihi besarnya cinta sahabat Muhammad terhadapnya."


Cinta kepada Rasulullah merupakan bukti cinta kepada Allah. Dan cinta kepada Allah adalah cinta sejati yang seharusnya mengalahkaii segalanya. Allah memberikan ancaman yang sangat keras kepada mereka yang menjadikan cinta kepada se­lainnya lebih besar atau sama dengan-Nya. "... tung­gulah sampani Allah mendetangkan keputusan­Nya," (QS al-Taubah: 24). Sebaliknya, Allah akan membalas cinta hamba yang mencintai-Nya dan memasukannya ke dalam orang-orang yang men­dapatkan hakikat cinta-Nya sebagai anugerah terindah.0

Mereka yang Mendapat Cinta-Nya

Orang-orang yang berjihad di jalan-Nya
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjihad di
jalan-Nya dalam barisan yang teratur..."
(QS ash-Shall: 4).

Orang yang muhsin
(menyembah Allah selah-olah melihatnya)
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang muhsin,"
(QS al-Baqarah: 195).

Mereka yang bertaubat dan menyucikan diri
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat
dan menyucikan diri,"
(QS al-Baqarah: 222).

Orang-orang yang bertakwa
"...maka sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
bertakwa,"
(QS Ali Imran: 76).

Orang-orang yang sabar
"...dan Allah mencintai orang-orang yang sabar,"
(QS Ali Imran: 146).

Mereka yang bertawakal
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal
kepada-Nya,"
(QS Ali Imran: 159).

Orang-orang yang berlaku adil "...sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang adil,"
(QS al-Maidah: 42).

By : Hepi Andi
Sumber : SABILI No. 23 TH.IX 16 MEI 2002/ 3 RABIUL AWAL 1423